Akubawa ke dokter anak, berganti-ganti sampai 6 DSA di Malang, tak satupun yang bisa mendiagnosa dengan tepat apa masalahnya. Ada yang meresepkan serbuk (aku lupa apa namanya) untuk dicampur di ASI, ada yang kasih sufor cair karena mengira ada masalah di penyerapannya. alat-alat tersebut akan rusak. Bisa anda bayangkan jika rumah sakit
- “Ya, aku sadar sih jadi kelinci percobaan,” kata Doni bukan nama sebenarnya. Keluarga besar Doni punya riwayat penyakit stroke dan darah tinggi. Ia langsung memutuskan menjalani terapi Intra Arterial Heparin Flushing IAHF alias “metode cuci otak” Terawan Agus Putranto—sekarang Menteri Kesehatan—saat kaki kirinya bengkak beberapa bulan lalu. Bagi Doni, terapi ini adalah upaya preventif untuk menghindari penyakit yang lebih parah. Itu sebabnya, ia tak keberatan merogoh kocek Rp50 juta untuk prosedur operasi kurang dari 10 menit. Tiga hari setelah dirawat di RSPAD Gatot Subroto, Doni merasa pegal-pegal di badannya lenyap. “Tapi ini lumayan, setahun enggak perlu buang duit atau habis waktu buat pijat,” tambah Doni. Ia bahkan berniat membawa sang istri yang punya riwayat diabetes untuk melakukan terapi serupa. Saat kami tanya soal tidak adanya landasan klinis pada terapi ini, Doni cuma tertawa. Ada banyak testimoni serupa yang merasakan keberhasilan pengobatan itu. Tahun lalu, para pembela sang dokter juga tak tinggal diam, ketika surat keputusan Majelis Kehormatan Etik Kedokteran MKEK Ikatan Dokter Indonesia IDI tentang rekomendasi pemecatan dokter Terawan diungkit media. Tagar SaveDokterTerawan muncul. Aburizal Bakrie, politikus Golkar, mengunggah testimoninya dalam blog pribadi, dengan judul Membela Dokter Terawan. Nama-nama besar lainnya yang ikut dalam barisan sama di antaranya Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, Prabowo Subianto, Dahlan Iskan, hingga sejumlah anggota DPR. Meski tak semua tertawa seperti Doni, nuansa pembelaan itu kental terasa. Salah satunya dari Awang Faroek Ishak, anggota DPR dari Partai Nasdem. Pada 2014 silam, Gubernur Kalimantan Timur 2008-2018 ini berobat ke RSPAD Gatot Subroto untuk menjalani terapi cuci otak Terawan. Seperti Doni, tiga hari kemudian, Awang yang awalnya merasa lemas bisa menghadiri acara Panglima TNI Award di Markas Besar TNI di Cilangkap, pasca-terapi. Namun, kondisi itu tak stabil. “Katanya, motorik saya terganggu, kaki dan tangan kiri saya,” ungkap Awang, saat kami hubungi lewat telepon, Rabu, 27 November kemarin. Ia, yang sebelum menjalani terapi masih bisa jalan, kini harus menggunakan kursi roda. Kemampuan bicara Awang juga tak maksimal lagi. “Sebetulnya terapi dokter Terawan bagus, tapi kondisi tiap orang berbeda-beda. Bapak memang perlu terapi terus, tapi karena kesibukan kadang enggak terapi,” ujar Dayang Donna Faroek, putri Awang. Ia bilang, ayahnya pernah terserang stroke sebelum berobat ke RSPAD. Sehingga terapi cuci otak bukan satu-satunya faktor yang membuat Awang masih menggunakan kursi roda hingga kini. Di tengah tsunami pembelaan, nama Gerard Liew, warga negara Singapura muncul ke permukaan sebagai korban gagal metode cuci otak Terawan, April tahun lalu. Kata Sarah Diana, keponakan Gerard, yang tinggal di Indonesia, sang paman ditawari mengikuti terapi IAHF demi mencegah potensi stroke. Terawan, kata Diana, mengklaim Gerald mengalami penyumbatan di pembuluh darah, sehingga langsung setuju menjalani pengobatan di RSPAD. “Dengan biaya sekitar Rp150 juta,” ujar Sarah. Namun, operasinya tak berhasil. Terawan mengklaim terjadi pergeseran koil—kawat tipis yang berfungsi mencegah pembuluh darah pecah—di otak Gerald. Alhasil, ia harus kembali dioperasi, yang makan waktu tujuh jam. Sayangnya, Gerald malah jadi lumpuh total. Setahun berselang, kata Sarah, pamannya kini lebih baik setelah kembali ke Singapura dan menjalani pengobatan dengan dokter berbeda. Gerald mulai bisa bicara meski tak maksimal. Meski begitu, keluarganya memilih tak memperkarakan Terawan. “Kami sadar diri siapa beliau dan paman saya adalah warga negara asing,” kata Sarah. “Aku masih ingat, setelah operasi, dokter Terawan dia Jenderal. Dia bilang dia enggak mencari uang dan ini hanya untuk charity.” Terawan sendiri membantah memburuknya kondisi Gerald Liew karena metode cuci otaknya. “Justru kami menyelamatkan dia. Itu kan pemasangan koil. Ternyata koilnya lari sendiri. Jadi karena kualitas koilnya sendiri. Itu sebuah accident,” DSA dalam Kemasan Medical Tourism Clinique Suisse—sebuah klinik kecantikan di Sudirman, Jakarta—tak peduli pada reputasi IAHF, meski kasus Gerald lebih dulu ramai diperbincangkan, dan Terawan kena sanksi dari MKEK IDI. November 2018 lalu, saat nama Terawan dan terapi pengobatannya disangsikan, mereka tetap percaya untuk menandatangi MoU kerja sama. Kata General Manager Clinique Suisse Stephanie Elysia, mereka tak mempersoalkan kontroversi metode Terawan. Baginya, perbedaan opini itu terjadi di kalangan dokter, dan itu adalah hal biasa. Ia sendiri lebih mempercayai khasiat terapi tersebut. “Kami sudah pernah beberapa kali berkunjung ke RSPAD, mereka bagus,” kata Stepanie, saat didatangi di kantornya di lantai 6 Wisma Keiai, Jakarta Pusat. “Sudah ada kajiannya. Why not?” tambah Stepanie. Kajian yang ia maksud adalah disertasi dokter Terawan, yang ternyata juga bermasalah. Setelah acara penandatanganan kerja sama pada November kemarin, sejumlah berita mengklaim seribu pasien telah didatangkan dari Vietnam untuk mengikuti terapi IAHF. Saat kami wawancarai, Rabu, 20 November lalu, Terawan mengklaim jumlah itu sudah terpenuhi. “Ke RSPAD, ada pasien. Yang masuk di koran-koran itu semua. Dan itu resmi lho ya,” ungkapnya. Sementara saat dikonfirmasi kepada Clinique Suisse, Stephanie bilang angka itu masih belum tercapai. Ia sendiri tak bisa merincikan detail berapa jumlah orang Vietnam yang sudah didatangkan pihaknya, untuk mencoba terapi IAHF juga Menguliti Disertasi Terawan dari Anjing Hingga Modifikasi DSA Intrik dan Pembelokan Hasil Satgas Metode 'Cuci Otak' Terawan Untuk memastikan klaim tersebut, kami mengajukan permohonan data Laporan Keuangan RSPAD pada PKBLU, karena rumah sakit militer itu sudah jadi BLU sejak 2016. Namun, Ariyanto dari Subdit I PKBLU mengatakan data itu tak bisa ia berikan, karena mereka bukan entitas pemilik laporan tersebut. Kami juga telah menyurati Kedutaan Besar Vietnam untuk memperoleh informasi lebih jelas. Sebab, Duta Besar Vietnam untuk Indonesia Pham Vinh Quang turut hadir dalam penandatanganan kerja sama itu, November tahun lalu. Namun, mereka belum memberikan jawaban, kata Sekretaris Duta Besar Vietnam Nguyen Canh Toan. Saat dihubungi ke pihak Humas RSPAD Iwan, pihaknya mengaku tak tahu menahu terkait MoU tersebut. Namun, Dokter Staf Ahli Kepala RSPAD Taruna Ikrar, membenarkan kabar tersebut. “Vietnam salah satu negara yang ada hubungan kerja sama hospital to hospital untuk DSA dan IAHF melalui Clinique Suisse,” ungkapnya. Pernyataan itu menegaskan bahwa perjanjian tersebut bukanlah ikatan antara negara, alias government to government. Membawa-bawa nama luar negeri sudah jadi dagangan Terawan sejak masih menjabat Kepala RSPAD 2015-2019. Ia selalu mengklaim bahwa metode terapinya bagus buat program wisata medis alias medical tourism pemerintah Indonesia. Dalam wawancara khusus, Rabu, 20 November kemarin, ia juga mengklaim ada pasien dari Malaysia yang kini antre untuk menjalani terapi IAHF di kami konfirmasi ke Duta Besar Malaysia untuk Indonesia Zainal Abidin Bakar, kabar itu juga berbau pepesan kosong. “Saya tidak punya informasi itu,” ujar Zainal, Kamis, 28 November kemarin. Namun, kata Taruna, tak cuma Vietnam dan Malaysia yang tertarik menjadi pasien. Ada Jerman, Turki, Hong Kong, Singapura, dan Filipina yang juga melirik metode Terawan. Ia bahkan mengklaim ada beberapa pemimpin negara yang sudah diterapi, tapi Taruna menolak menyebut identitas mereka. Klaim-klaim ini yang biasanya dipakai RSPAD, Terawan, dan timnya untuk menggaet pasien sekaligus pemasukan. Nama-nama besar dan testimoni mereka dijadikan penggaet agar pasien terus bertambah. Menurut Taruna Ikrar, terapi IAHF dengan metode Terawan bahkan jadi pendapatan terbesar RSPAD setiap menyangkal jika terapinya disebut hanya memikirkan aspek bisnis. Meski dalam brosur yang tersedia di RSPAD, ongkos IAHF mulai dari Rp59,1 juta hingga Rp61,7 juta, Terawan mengaku tak jarang juga memberikan terapi cuma-cuma. “Lho banyak yang gratis. Karena itulah kita di rumah sakit itu tidak boleh business oriented, tapi social oriented,” kata Terawan. “Orang enggak punya juga banyak jadi pasien. Kiai juga ada. Patokannya kan rumah sakit. Jadi tarif itu ditentukan oleh Kementerian Keuangan, karena ini Badan Layanan Umum. Tidak boleh mematok sendiri. Malah kalau menggratiskan boleh.” Klaim Terawan dan Medical Tourism Ada Efek Placebo Pengobatan ala Terawan sendiri kontroversial karena dinilai banyak dokter belum berdasarkan bukti medis. Klaim-klaim sensasi bugar setelah terapi IAHF dinilai dokter spesialis jantung Hamed Oemar semu belaka. Pengobatan alternatif, seperti yang ditawarkan Terawan, tak lepas dari efek placebo—sebuah sensasi kesembuhan palsu yang dirasakan pasien, muncul dari keyakinan dan harapan untuk sembuh. Artinya, seorang pasien bisa jadi merasa bugar karena sugesti pada dirinya sendiri, bukan obat yang atau terapi yang ia jalani. “Untuk pengobatan yang tidak berdasarkan bukti medis, hasil yang dirasakan pasien pasti akibat efek placebo,” kata lulusan Hiroshima University catatan, beberapa orang yang menjalani terapi ke dokter Terawan sebagian menjalaninya untuk kepentingan preventif, seperti yang dilakukan Doni, SBY atau Aburizal Bakrie. Orang seperti mereka bukan orang sakit stroke kronis yang sudah menderita bugar yang dirasakan mereka boleh jadi merupakan efek plasebo. Namun, untuk mendapat kepastian apakah itu benar kesembuhan atau efek plasebo, penelitian Terawan harus dibuka secara pun sebenarnya tidak berani mengklaim kesembuhan ribuan pasien yang ia klaim sudah berobat padanya. "Ndak ada kata sembuh. Saya sebagai dokter belum pernah menyembuhkan pasien," kata Terawan."Ya pasiennya membaik saja. Kalau pasien sembuh saya ndak punya kewenangan. Ini tindakan yang multidisiplin yang harus melibatkan orang lain. Kalau pasien merasa belum membaik pun harus dicek penyebabnya dari mana," katanya ini merupakan hasil kolaborasi Tirto dan Majalah Tempo. Semua hasil wawancara dan data yang didapat reporter Tirto dan Tempo digunakan bersama sebagai bahan tulisan. Reporter Tirto yang terlibat dalam liputan ini Aulia Adam, Aditya Widya Putri, dan Adi Briantika. - Kesehatan Penulis Aulia AdamEditor Mawa Kresna
Setelahitu aku jd full time mom yg kerjanya cuma mangkal di rumah sakit, nganter anak sekolah, diskusi ama gurunya dan segambreng kegiatan buat support anakku. Klo bisa jgn terlalu byk berdiskusi atau curhat sama org2 yg malah bikin kita down, pilih teman diskusi yg punya aura positif dan bikin semangat. Anakku skr mau 7 tahun, mau naik kelas 2.
Menkes dan Komite Penanganan Covid-19. ©2020 Tallo - Bekas Menteri Kesehatan, Terawan Agus Putranto, menjalankan terapi Brain Washing atau cuci otak melalui metode Digital Substraction Angiography DSA. Terapi ini diklaim bisa menyembuhkan pasien dari sakit yang diderita. Dokter lulusan Universitas Airlangga Unair Surabaya, Windhu Purnomo mengatakan, terapi cuci otak yang dilakukan Terawan belum memiliki riset. Mantan Kepala Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat RSPAD Gatot Soebroto itu hanya mengandalkan disertasinya pada tahun 2016. "Jadi artinya tidak bisa diterima dong. Itu 2016 disertasinya dan dinyatakan dia lulus. Ya enggak apa-apa dia lulus. Tapi disertasi itu belum membuktikan bahwa ini memang terapi yang sudah bisa digunakan," katanya saat dihubungi Kamis 7/4. Disertasi Terawan memang membahas soal cuci otak melalui metode DSA. Namun, disertasi itu tidak membandingkan kelompok yang mendapatkan metode tersebut dengan lainnya atau plasebo. Padahal untuk membuktikan metode terapi baru di dunia kedokteran, harus melewati tahap perbandingan antara satu kelompok yang sudah mendapatkan pengobatan dengan kelompok plasebo. "Dia dalam disertasinya itu hanya melakukan satu grup saja, enggak ada pembanding. Itu yang dilakukan dalam disertasinya," dari 2 halaman Metode Lama Menurut Windhu, metode cuci otak Terawan sebetulnya sudah digunakan sejak lama. Hanya saja, DSA yang biasa digunakan untuk diagnostik atau mendeteksi penyakit. Caranya, dengan memasukkan heparin ke pembuluh darah yang mengalami sumbatan atau pembekuan. Umumnya, heparin digunakan untuk diagnostik pembekuan darah segar. Bukan untuk terapi stroke kronik. "Tapi oleh dokter Terawan dilakukan. Dan belum ada bukti ilmiahnya, berguna enggak dengan biaya yang sangat mahal itu. Jadi artinya, kita belum tahu apa efek samping jangka panjang," ujarnya. Windhu mengatakan, terapi cuci otak Terawan sudah diinvestigasi Satuan Tugas Penyelesaian Permasalahan Pelayanan Kesehatan yang dibentuk Kementerian Kesehatan pada 2018. Saat itu, Satgas merekomendasikan terapi menggunakan DSA tidak memiliki bukti ilmiah sehingga melanggar Kode Etik Kedokteran Indonesia Kodeki Pasal 6. Menindaklanjuti rekomendasi tersebut, Kementerian Kesehatan meminta Terawan memberhentikan terapi DSA untuk menghasilkan uang. Hanya saja, terapi bisa dilakukan untuk pelayanan dengan riset pembanding. "Ternyata ditunggu-tunggu itu belum dilakukan sampai sekarang," kata jugaUnhas Tantang MKEK IDI Buktikan Promotor Dokter Terawan Dapat Tekanan EksternalBertemu Dokter Terawan, Luhut Saya Titip ke Pakar, Bersaing Sehat Jangan DengkiDebat Panas IDI dan DPR soal Terawan, Ini Hasil Kesimpulan RapatnyaJalan Panjang IDI Memproses Pemecatan TerawanDokter Terawan Vs IDI, Inovasi Berujung PemecatanDicecar DPR, IDI Beberkan Pasal-Pasal Etik yang Dilanggar Dokter Terawan
Sedangkanuntuk DSA kelas VIP biaya seluruhnya bisa mencapai Rp45 juta. Sementara itu, dari hasil penelusuran di Alodokter, estimasi biaya DSA di rumah sakit seperti Mayapada Hospital Jakarta Selatan berkisar mulai Rp9,5 juta, Primaya Evasari Hospital Jakarta mulai Rp10,2 juta, dan di RS Mitra Keluarga Surabaya mulai Rp13,1 jutaan. Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas. Digital Substraction Angiography DSA Terminologi DSA, tulis Wikipedia, memiliki sekitar 150 makna berbeda. Namun DSA yang akan diungkap disini adalah DSA pada bidang kesehatan yang bermakna Digital Subtraction Angiography yakni pemeriksaan yang memberikan gambar permukaan bagian dalam pembuluh darah, termasuk arteri, vena, dan serambi jantung. Gambar yang dihasilkan oleh DSA diperoleh menggunakan mesin sinar-X bantuan komputer yang rumit. DSA memvisualisasikan pembuluh darah dengan struktur radiopak seperti tulang dihilangkan atau dikurangi secara digital dari gambar. Hal ini menyebabkan kemungkinan penggambaran pembuluh darah yang akurat. Berikut adalah pengalaman penulis saat menjalani operasi teknik DSA di suatu Rumah-Sakit militer terbesar di negara kita yang juga dikenal sebagai Rumah-Sakit Kepresidenan. di Jakarta-Pusat. Menjelang akhir Mei 2021, penulis mengalami penurunan kekuatan tubuh saat tidak kuat mengangkat gelas saat akan minum sore hari padahal tidak ada gejala sakit apapun. Keluarga langsung mengajak ke IGD rumah-sakit tentara di komplek perumahan. Setelah pemeriksaan oleh dokter jaga, seperti pengecekan darah, tensi, dan CT-Scan dsb, malam itu juga diminta untuk dirawat guna pemeriksaan lebih lanjut. Hasil CT-Scan menunjukan terdapat emboli penyumbatan di bagian otak kepala. Keesokan subuhnya saat terbangun untuk beribadah, penulis kaget karena tangan kiri dan kaki kiri tidak bisa digerakan sama sekali. Pagi harinya, seorang dokter saraf mengatakan bahwa penulis terkena stroke dan telah melewati the golden period yakni masa 5-6 jam dari awal saat pasien terserang stroke pertama kali. Keesokan harinya, dilakukan CT-Scan ulang, cek gula darah, dan sejumlah pemeriksaan lainnya. Esok harinya, hari ke-3 dirawat di RS militer komplek, penulis diberitahu harus menjalani pemeriksaan MRI Magnetic Resonance Imaging atau Pencitraan Resonansi Magnetik. Malam harinya setelah pertimbangan panjang Tim Medis, penulis dievakuasi ke RS Kepresiden di Jakpus yang memiliki alat MRI dengan didampingi seorang dokter dan seorang perawat senior. Setelah proses pendaftaran, langsung ditempatkan di HCU High Care Unit Lantai 4 Gedung Utama rumkit dengan delapan unit bed hingga operasi teknik DSA selesai dan baru berpindah ke kamar VIP di lantai 3 pada gedung yang sama. Penanganan. Sejak dirawat, secara terjadwal dokter saraf dan dokter spesialis lainnya datang melakukan pengecekan rutin dengan seksama. Obat-obatan dan menu gizi serta kadang suntikan tertentu diberikan dengan teratur oleh para perawat terampil. Dokter gizi dengan baik menjelaskan alasan pilihan menu, sedangkan dokter saraf beserta asisten yang juga seorang dokter selalu memonitor dan mengecek langsung kondisi kaki dan tangan penulis dengan teliti. Dokter fisioterapi juga rutin datang mendorong semangat penulis bahwa stroke dapat diatasi. Sebagai bagian dari penanganan pasien stroke, sejumlah para terapis secara bergantian melaksanakan terapi fisioterapi, terapi tangan dan terapi wajah walau alhamdulillah mulut tidak terkena efek stroke. Bersyukur pula karena bahu, lengan, tangan dan kaki walau tidak bisa digerakan, namun tidak kebas ataupun kesemutan. Setelah menjalani MRI ke-1 dan hasil MRI ditunjukan, dokter saraf memberikan kejelasan bahwa terdapat pembuluh otak saraf di sebelah kanan yang terlihat tersumbat titik putih kecil. Akibatnya bagian kiri tubuh yang terkena efek, yakni bahu kiri, lengan kiri bagian atas, pergelangan tangan, jari-jari tangan kiri dan kaki kiri tidak berfungsi. Dikatakan saraf motorik dan saraf sensorik yang terkena efek, sehingga kaki kiri tidak memiliki kekuatan dan tidak dapat menggerakan jari-jari tangan dan kaki. Seminggu setelah MRI ke-1, diinformasikan bahwa medio Juni 2021 penulis akan memperoleh kesempatan DSA, sehingga kesehatan penulis terus diawasi mulai dari tekanan darah, gula darah, echo jantung, paru, hati, serta harus melakukan MRI ke-2. Penulis melewatinya dengan hasil baik dan kemudian pada Hari-H penulis dibawa ke bagian DSA dan ternyata pasien lain telah banyak menunggu giliran. Kepala penulis juga sempat diperiksa dengan alat komputer khusus guna mengetahui kondisi bagian otak oleh dokter saraf. Kemudian penulis dibawa ke ruang tunggu khusus DSA. Terdapat 6 ruang operasi DSA yang semuanya berdinding kaca serta di baliknya tirai sehingga keluarga yang mendampingi dapat menyaksikan pelaksanaan operasi saat tirai terbuka. Bahkan keluarga dapat menyaksikan proses pelaksanaan operasi teknik DSA dari layar monitor komputer yang terletak di depan ruang operasi. Sungguh suatu pemandangan menyenangkan mengingat keluarga dapat menyaksikan pelaksanan proses operasi tersebut. Penulis yang terbaring di bed dorong dan didampingi istri dan dua anak didekati dokter Terawan, yang berpangkat Letjen Purnawirawan, mantan Karumkit RS Kepresidenan dan juga mantan Menteri Kesehatan RI, untuk bersabar sambil menepuk kaki penulis. Pukul Wib penulis dibawa ke ruang operasi dan dilakukan pemindahan dari bed dorong ke meja operasi. DSA. Pukul Wib tepat dokter Terawan didampingi 3 dokter lainnya sebagai asisten dokter Tim DSA dibantu 4 perawat memulai operasi Teknik DSA pada tubuh penulis. Tanpa dibius, penulis dapat berdoa dan berbincang dengan dokter Terawan dan asistennya. Terasa terdapat alat yang dimasukan ke pangkal paha. Saat melakukan DSA, dokter Terawan berbincang-bincang tentang pengalamannya semasa SMA di Yogyakarta dan sering bermain di daerah dekat Tugu Yogyakarta tempat dimana penulis juga tinggal di wilayah tersebut. Tiba-tiba mulut penulis terasa ada yang menembakan rasa menthol mint dan itu terjadi dua kali. Juga perawat memberitahu bahwa badan akan terasa panas sesaat saat ada yang ditembakan ke dalam tubuh. Tidak sampai setengah jam, kegiatan pun selesai. Dokter Terawan meminta penulis untuk melambaikan tangan kiri kepada keluarga yang melihat penulis dari luar kaca, karena tirai telah dibuka. Penulis berkata tangan dan kaki penulis tidak dapat digerakan karena terkena stroke. Namun dokter Terawan tetap meminta. Ajaib karena saat tangan kiri diangkat, penulis dapat melambai pada keluarga, Alhamdulillah. Bekas lubang untuk memasukan alat tertentu pun ditutup dan penulis diminta tidak menggerakan kaki selama 8 jam ke depan. Operasi teknik DSA pun selesai dan dengan khas Salam Komando, penulis berterima kasih pada dokter Terawan dan Tim. Pada paska DSA, stroke masih berefek pada bagian tubuh kiri seperti sebelumnya dan belum dapat berjalan kecuali ditopang dengan alat walker 4-tongkat. Penulis rutin cek medis di RS Kepresidenan tersebut, terapi oleh dua terapis berbeda, akupuntur dan totok jari sebagai alternatif. Pelajaran penting yang dapat dipetik dari penyebab stroke adalah dehidrasi kurang asupan minum.- Lihat Healthy Selengkapnya
Banyakinfo mengenai dsa rs mitra keluarga tegal tеrbаru dan terupdate yang dapat anda tеmukаn diѕini. Kаmi jugа menyediakan bеrbаgаi informasi jadwal praktek dokter yang lain terkait Dokter spesialis bedah, mata, kulit, tulang, penyakit dalam, syaraf dan yang lain seperti tertulis di website resmi rumah sakit terkait.
Denpasar, - Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto mengatakan metode "cuci otak" atau yang lebih dikenal dengan digital subtraction angiography DSA sesuai dan bisa diterapkan di rumah sakit. "Jelas pas untuk diterapkan. Kenapa tidak diterapkan? Surat menkes pun ada, bukan saya yang menulis loh, jadi artinya obyektif riset, sama dengan pelayanan yang lain terus dikembangkan. Bahkan itu menunjukkan bahwa empiris atau risetnya sudah jalan tinggal SOP dari rumah sakitnya saja," kata dia usai mengisi Seminar di RSUP Sanglah, Denpasar, Sabtu 28/12/2019. Terawan Metode DSA Sudah Diuji Secara Ilmiah Menurut digital subtraction angiography adalah pemeriksaan yang memberikan gambar lumen permukaan bagian dalam pembuluh darah, termasuk arteri, vena dan serambi jantung. Gambar ini diperoleh dengan menggunakan mesin Sinar-X bantuan komputer yang rumit. Media kontras khusus, atau dye cairan bening dengan kepadatan tinggi biasanya disuntikkan agar persediaan darah ke kaki, jantung atau organ tubuh lainnya mudah dilihat. Teknik pemeriksaan ini pada umumnya digunakan untuk mendiagnosis berbagai penyakit pembuluh darah seperti aneurisme, pendarahan dan tumor. Ia menjelaskan bahwa DSA di rumah sakit mana pun sudah dibuat. "SOP standard operating procedure itu ada di hospital bylaw peraturan RS yang ditentukan oleh kepala rumah sakit, dan sah itu kalau dikerjakan." Ia mengatakan bahwa DSA adalah alat dan bentuknya berupa software, kemudian metode ini dapat disebut sebagai serangkaian diagnostik untuk menilai kondisi pembuluh darah sehingga dapat mengetahui penyakit dari pasien dan memberikan pengobatan yang tepat. Selain itu, terkait dengan anggaran yang diperlukan dalam menerapkan metode "cuci otak", pihaknya menuturkan bahwa yang dibutuhkan saat ini adalah niat. Apabila niat atau keinginan sudah ada, maka anggaran bisa dicari, tambahnya. "Yang dibutuhkan sekarang itu niat kalau niatnya ada anggaran bisa dicari, kalau enggak ada ya tidak ada gunanya, nanti jadi mangkrak, karena harus ada komitmen kalau mau ada alat, harus ada komitmen. Bahwa komitmen itu akan dipakai untuk masyarakat dengan useful," jelasnya. Menkes Datangi Kantor IDI meski Pernah DiberhentikanMenkes pernah diberhentikan sementara sebagai anggota Ikatan Dokter Indonesia IDI pada 2018 terkait metode terapi cuci otak menggunakan digital subtraction angiography DSA. Majelis Kode Etik Kedokteran MKEK IDI menilai Terawan melanggar kode etik karena mengiklankan dirinya terkait metode cuci otak dengan DSA. Ia menjelaskan untuk keberadaan BPJS di sini merupakan pelayanan dasar kesehatan. Untuk itu, pihaknya meminta untuk menyesuaikan dengan anggaran BPJS yang ada, apabila semuanya dimasukkan dalam BPJS akan meruntuhkan kemampuan rumah sakit tersebut. "Kemampuan bayar masyarakat yang mampu itu besar sekali jadi jangan sampai orang yang mampu secara finansial ini justru terhalang melakukan sebuah terapi padahal punya kemampuan. Bisa lihat klaim rasionya, justru orang miskin disedot oleh orang yang tidak miskin, kan jadinya tidak ada gotong royong di sana," ucap Terawan. Terkait dengan kesiapan RS dan tenaga pihaknya menilai sudah siap, dan saat ini yang dibutuhkan yaitu adanya rumah sakit baru di daerah yang harus ditumbuhkan agar akses pelayanan kesehatan terpenuhi sesuai dengan universal health coverage UHC yang menjadi cakupan akses pelayanan kesehatan. Saksikan live streaming program-program BTV di sini
DigitalSubstraction Angiography (DSA) Terminologi DSA, tulis Wikipedia, memiliki sekitar 150 makna berbeda. Namun DSA yang akan diungkap disini adalah DSA pada bidang kesehatan yang bermakna Digital Subtraction Angiography yakni pemeriksaan yang memberikan gambar permukaan bagian dalam pembuluh darah, termasuk arteri, vena, dan serambi jantung.
Bugar Tindakan DSA Bisa Dilakukan untuk Atasi Stroke pada Penderita Hipertensi - Ilustrasi Freepik SOLO — Setiap penderita stroke tentu ingin segera mendapatkan tindakan. Salah satu tindakan untuk mengidentifikasi letak gangguannya adalah dengan Digital Subtraction Angiography DSA. Namun bagaimana jika pasien juga mengalami hipertensi atau penyakit tekanan darah tinggi? Menurut Dokter Spesialis Radiologi Konsultan Radiologi Intervensi Rumah Sakit RS JIH Solo, dr. Luths Maharina, RI., hal itu tidak menjadi masalah. “Tidak ada masalah. DSA merupakan tindakan yang sama seperti yang dilakukan teman sejawat [dokter] jantung, yang mungkin kebanyakan pasiennya darah tinggi, nanti akan dikontrol,” kata dia dalam Health Talk RS JIH Solo yang disiarkan di Youtube JIH Solo belum lama ini. Dijelaskan, sebelum melakukan DSA ada langkah-langkah atau rangkaian pemeriksaan penunjang yang harus ditempuh. Sebab DSA adalah tindakan invasif atau tindakan memasukkan benda ke tubuh. Pemeriksaan penunjang yang dilakukan di antaranya adalah pemeriksaan darah, fungsi ginjal, pemeriksaan MRI untuk melihat pembuluh darahnya dan sebagainya. Ketika pasien memiliki riwayat penyakit darah tinggi, akan dikonsultasikan dengan dokter spesialis jantung. Saat dilakukan tindakan, juga akan mendapat pendampingan dari dokter anestesi, dan setelah tindakan juga akan dipantau kondisi kesehatan pasien. Baca Juga Mengulas Stroke dari Gejala, Penyebab, hingga Pencegahannya Menurut dr. Luths, memang ada beberapa risiko yang muncul pada penanganan DSA. Namun risiko tersebut telah diminimalkan dengan kemajuan teknologi yang ada saat ini. Risiko pertama adalah adanya kemungkinan nyeri meskipun sudah dikurangi. “Sebab kita hanya melakukan sayatan sekitar 0,5 cm di lipat paha untuk memasukkan selang kateter. Kadang ketika obat bius habis setelah tindakan, biasanya aka nada rasa nyeri, tapi tidak terlalu. Setelah Tindakan biasanya pasien juga akan diberi obat anti nyeri agar tetap nyaman,” jelas dia. Risiko kedua adalah adanya kemungkinan perdarahan, sebab tindakan tersebut dilakukan di pembuluh darah. Namun risiko tersebut juga telah dikurangi dengan pemakaian alat yang khusus, yang tidak gampang merusak pembuluh darah. “Namun setiap risiko itu tetap harus diberitahukan ke pasien, agar tidak kaget,” kata dia. Ketiga adalah kemungkinan pergeseran pembuluh darah, karena tindakan dilakukan dengan memasukkan benda asing ke pembuluh darah. Baca Juga Waspada, Ini Gejala Pasien Gagal Ginjal Akut Menurut Dokter Ahli Untuk melakukan tindakan DSA ada dua syarat yang harus diperhatikan dan harus terpenuhi. Syarat pertama adalah tentang ketersediaan alatnya dan kedua soal ketersediaan SDM. Sejauh ini kedua syarat tersebut telah tersedia di RS JIH Solo. Bagi masyarakat yang ingin berkonsultasi atau mengakses layanan, bisa langsung ke Rumah Sakit JIH Solo di Jl. Adisucipto No. 118, Jajar, Kecamatan Laweyan, Solo. Didukung oleh dokter, perawat, paramedis, dan staf yang profesional dan ramah dalam melayani pasien, JIH juga memiliki peralatan medis modern dan terbaru. RS JIH Solo juga bisa dihubungi lewat email infosolo nomor telepon 0271 746 9100, Gawat Darurat 1-500-805, Whatsapp +62811500805, Website Instagram Tiktok rsjihsolo, Facebook rsJIHSolo, Youtube RS JIH Solo, serta Twitter rsJIHSolo. Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari di Grup Telegram " Berita Terkini". Klik link kemudian join/bergabung. Pastikan Anda sudah menginstall aplikasi Telegram di ponsel. - Panduan Informasi dan Inspirasi Berita Terkini Muncul Flek Hitam pada Wajah, Kenali Penyebabnya Dokter Spesialis Kulit dan Kelamin Rumah Sakit RS JIH Solo, dr. Ayu Astrini, FINSDV,FAADV, menyampaikan noda hitam atau flek hitam pada kulit wajah bisa muncul akibat beberapa faktor. Cegah Penuaan Dini, Ini Saran Dokter Ahli Mengalami penuaan dini tentu tidak ingin dialami oleh sebagian besar orang. Lalu apa yang bisa dilakukan untuk mencegah penuaan dini, terutama dalam menjaga kulit tetap sehat? Setiap penderita stroke tentu ingin segera mendapatkan tindakan. Salah satu tindakan untuk mengidentifikasi letak gangguannya adalah dengan Digital Subtraction Angiography DSA. Copyright © 2007-2023, Solopos Digital Media - Panduan Informasi & Inspirasi. All rights reserved. Demikianinformasi yang dapat kami sampaikan, semoga membantu. Warm Regards,-----Humas Dept. Rumah Sakit GADING PLUIT Jl. Boulevard Timur Raya, Kelapa Gading, Jakarta Utara 14250 T. (021) 45001 Kanker H Lihat Selengkapnya. Digital Subtraction Angiography (DSA) yusuf saleh , mau tanya nama dokter bagian DSA ,ats nama siapa ? Lihat

Paling Sering Dicari Brain Angiography DSA di Badung Brain Angiography DSA di Bekasi Brain Angiography DSA di Denpasar Brain Angiography DSA di Jakarta Brain Angiography DSA di Penang

29December 2019 09:15 AM. sejak-2010-rsup-sanglah-terapkan-cuci-otak-menkes-minta-dioptimalkan. DENPASAR - Siapa tidak ingat metode cuci otak yang dikenalkan Letjen dr. Terawan Agus Putranto yang dinamakan Digital Substraction Angiography (DSA). Sempat jadi kontroversi karena metode yang digunakan dianggap belum teruji secara ilmiah.
- Kepala Anung Anindito tiba-tiba puyeng saat berolahraga. Ia terjatuh dan nyaris tak sadarkan diri. Rupanya ia terserang vertigo. Ia langsung diberi pertolongan pertama dan obat. Peristiwa itu terjadi pada 2010. Saat itu, ia menemani Susilo Bambang Yudhoyono yang berkunjung ke Bali. Anung adalah fotografer keluarga SBY. Sepulang dari Bali, Anung melakukan tes kesehatan di Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat RSPAD Gatot Soebroto. Hasilnya cukup aneh. Tidak ada masalah apa pun pada tubuh Anung. Saat hendak pulang, ia bertemu dengan dokter Terawan Agus Putranto. Ia sudah kenal lama dengan si dokter. Terawan menjabat kepala RSPAD sejak 2015 hingga sekarang. “Kamu sakit apa?” tanya Terawan, dengan bahasa Jawa. Anung menjelaskan kondisinya. Ia merasa kepalanya berat dan sering pusing. Tanpa basa-basi, Terawan menawarkan tes pencitraan resonansi magnetik alias MRI kepada Anung. Tes MRI dapat membantu dokter mengidentifikasi penyakit pasien dengan cara menampilkan gambar struktur dan organ dalam tubuh si pasien. “Gratis,” ujar Terawan, meyakinkan. Tawaran itu langsung disambut oleh Anung. Hari itu juga ia melakukan MRI. Hasilnya, demikian Anung, menunjukkan ada kekurangan suplai darah ke otak. Terawan lantas menawarkan pengobatan lebih lanjut lewat apa yang dia sebut metode 'brainwash' alias 'cuci otak' dengan Digital Subtraction Angiography DSA. Karena sudah kenal baik, Anung menurut dan percaya. Pada hari yang sama, Anung menjalani operasi tersebut. Sebuah selang dimasukkan ke pembuluh darahnya sampai ke belakang leher. Lalu disemprotkan heparin. Nama terakhir adalah obat antikoagulan alias pengencer darah, yang berfungsi mencegah pembentukan gumpalan darah di pembuluh, arteri, atau paru-paru. Heparin juga dipakai sebelum operasi untuk mengurangi risiko penggumpalan setengah jam, brainwash selesai dilakukan. Anung ingat, saat itu Terawan menjelaskan bahwa pengobatan ini adalah pengobatan baru. “Dokter Terawan tidak pernah bilang bisa menyembuhkan stroke. Beliau cuma bilang kalau ini baru,” katanya. Setelah itu, Anung merasa ada perubahan yang baik pada tubuhnya, yang ia bilang "lebih segar dan sehat."Ada banyak testimoni serupa yang merasakan keberhasilan pengobatan itu. Meski demikian, praktik terapi atau pengobatan yang diterapkan dokter Terawan belum memiliki dasar kuat. Idealnya, sebuah penemuan baru dalam bidang medis harus melalui uji klinis sebelum dipraktikkan pada manusia. Alat Diagnosis Menjadi Alat Pengobatan Kritik pedas disampaikan oleh Moh. Hasan Machfoed, profesor neurologi dari Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga, Surabaya. Ia mengatakan bahwa metode yang dikenalkan Terawan itu tak masuk akal. Salah satu alasannya, DSA bukanlah alat terapi penyembuhan, tetapi hanya alat untuk diagnosis penyakit. Dalam dunia kedokteran, DSA sudah lazim digunakan. Di bidang neurologi, DSA disebut cerebral angiography, digunakan untuk memeriksa gejala gangguan pembuluh darah otak stroke iskemik. “Kalau misalnya Anda sakit batuk dua bulan, Anda pasti sakit paru-paru. Oleh spesialis paru-paru, Anda dirontgen. Anda divonis menderita TBC tuberkulosis. Terbukti rontgen itu alat diagnosis, kan? Tapi rontgen itu diklaim bisa menyembuhkan Anda,” kata Machfoed kepada Tirto, 6 April lalu, mengilustrasikan bagaimana rontgen sebagai metode diagnosis tapi kemudian diklaim sebagai alat penyembuh. Sebagaimana gambaran itu, Terawan mengklaim bahwa alat DSA—seyogyanya sebagai diagnosis—yang diterapkannya "sudah dimodifikasi", dan digunakan untuk memasukkan heparin—biasanya dipakai untuk obat campuran saat pasien melakukan tes darah di rumah Machfoed berkata bahwa Digital Subtraction Angiography tetaplah alat untuk mengetahui kelainan pembuluh darah. "Hanya diagnosis. Nah, supaya kelihatan arteri di otak, dikasih juga heparin. Heparin itu maksudnya supaya nanti mencegah gumpalan darah." "Jadi heparin itu untuk mencegah, mencegah, dan mencegah pembekuan darah," tegas Yusuf, guru besar Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin, yang menjadi promotor disertasi Terawan, bahkan mengatakan fungsi brainwash bukan untuk penyembuhan, melainkan hanya meningkatkan aliran darah dalam otak pada stroke kronis, memperbaiki suplai darah ke jaringan tersumbat ke otot Penelitian dr. Terawan Lemah dan Cacat Dalam kesaksiannya di persidangan Majelis Kehormatan Etik Kedokteran IDI, Prof. Dr. dr. Sudigdo Sastroasmoro, telah menganalisis dua penelitian brainwash. Analisis itu dilakukan dari tiga aspek praktik kedokteran, bukti ilmiah, dan penilaian teknologi kesehatan. Dari analisis itu, Sastroasmoro mempertanyakan praktik kedokteran Terawan Apakah sudah ada Pedoman Nasional Praktik Kedokteran dan Pedoman Praktik Klinik untuk rumah sakit bagi pengobatan stroke. Sementara lewat bukti ilmiah, penelitian Terawan yang diterbitkan Bali Medical Journal dan Indonesian Biomedical Journal tak disunting dengan baik serta ditulis dalam jurnal terakreditasi B, menurut klasifikasi riset teknologi dan pendidikan tinggi. Temuan lain terkait kualitas laporan merujuk kriteria Consolidated Standard of Reporting Trials CONSORT tahun 2015. Riset Terawan dinilai "lemah" dan "cacat" dari validitas studi secara metodologi. Penelitiannya mengabaikan aspek desain penelitian, besaran sampel, cara pengambilan sampel, dan penulisan, terutama Terawan tidak memahami prinsip uji acak terkendali—lemah dalam uji coba obat atau prosedur medis. Selain itu, Sastroasmoro menilai penelitian Terawan bukanlah berbasis studi eksperimen nyata, tetapi pra-eksperimen yang berpotensi bias karena bersandar pada asumsi. Kritik lain disampaikan oleh Prof. Dr. dr. Teguh AS Ranakusuma dalam keterangannya pada sidang Majelis. Menurutnya, penelitian Terawan terkait clinical biomarker tidak dapat digunakan sebagai terapi atau pengobatan kepada pasien stroke. Karena itu, Ranakusuma meminta Terawan untuk mengubah judul disertasinya, yang semula memakai istilah brainwash menjadi intra arterial heparin flushing IAHF.Klaim sang Dokter yang Meragukan Meski belum melawati uji klinis dan penelitian ilmiah yang memadai, pasien yang ditangani oleh Terawan sudah membeludak. Pada 2016, Terawan pernah mengklaim ada 30 ribuan pasien yang sudah ditanganinya. Jumlah ini terus meningkat. Terakhir, ia bahkan mengklaim lebih dari 40 ribu pasien yang ditanganinya lewat metode 'cuci otak' tersebut. Angka ini fantastis. Sampai-sampai pada Agustus 2016, Terawan tercatat dalam Museum Rekor Indonesia MURI untuk pengerjaan DSA terbanyak. Terawan mengaku metodenya itu dikenalkan sejak 2004. Dengan klaim 40 ribu pasien selama 13 tahun, artinya dalam sehari ia melakukan DSA kepada 8 sampai 9 pasien. Ini jika dikerjakan tanpa libur. Seandainya seorang pasien menjalani DSA membutuhkan waktu satu jam, setiap hari Terawan bekerja selama 8 sampai 9 jam khusus untuk DSA. Klaim lain yang meragukan adalah pengakuan paten yang dia sebut "Terawan Theory" dari Jerman. DSA dengan metode Terawan disebut-sebut sudah dipraktikkan di sejumlah rumah sakit di Jerman. Salah satu rumah sakit yang disebut menggunakan metode "Terawan Theory" adalah Augusta Krankenhaus di Düsseldorfer, dalam laman layanan medis di situsweb rumah sakit tersebut, kita tak menemukan informasi apa pun terkait "Terawan Theory". Kami juga sudah menghubungi rumah sakit tersebut. Kami juga minta seorang warga Indonesia, yang tinggal di Jerman, untuk mengeceknya. Kami tidak mendapatkan informasi apa pun bahwa rumah sakit ini menyediakan layanan medis 'cuci otak', brainwash, atau heparin flushing. Bahkan rumah sakit tersebut tak punya departemen berbeda dengan situsweb milik RSPAD Gatot Soebroto, yang mencantumkan DSA sebagai salah satu layanan unggulannya. Dengan menampilkan foto doker Terawan yang memegang alat medis dan muka menghadap kamera, laman ini menulis bahwa layanan medis tersebut "menangani gangguan sirkulasi darah otak pada kasus Cerebro Vaskular Disease CVD, memberikan pelayanan komprehensif dan holistik dengan menggabungkan multi disiplin ilmu kedokteran neurologist, radiologist, cardiologist dan bidang lainnya melalui konsultasi dan evaluasi para ahli di bidang terkait." Nadanya meyakinkan; bahwa jika ada kelainan sirkulasi otak, dokter di layanan tersebut "[...] menggunakan alat Digital Substraction Angiography DSA yang dimodifikasi dengan lntra Arterial Cerebral Flushing." Menurut Moh. Hasan Machfoed, Ketua Umum Pengurus Pusat Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia, yang juga hadir dalam pemeriksaan etik terhadap dokter Terawan, apa yang disebut "modifikasi" pada DSA itu "tidak ada manfaatnya"—alias hanya akal-akalan."DSA itu sebagai alat diagnosis, namun oleh Dokter Terawan dijual sebagai pengobatan stroke. Bahkan, yang lebih celakanya lagi, orang menganggap bisa terhindar dari stroke. Rupanya orang dibohongi," ujar berusaha mendapatkan pernyataan dokter Terawan. Pada Kamis pekan lalu, 5 April, saya datang ke RSPAD Gatot Soebroto untuk minta bertemu dengan sang dokter. Namun, upaya konfirmasi ini dihalang-halangi oleh Imam Suhada, provos rumah sakit. Ia mengatakan, "Kami merasa tidak penting untuk menyampaikan klarifikasi apa pun. Pimpinan kami tetap dr. Terawan." Di hari yang sama, sekitar jam 2 siang, rombongan politikus dari Komisi I DPR, yang tak ada sangkut pautnya mengurusi bidang kesehatan, datang ke rumah sakit tersebut. Mereka disambut oleh manajemen rumah sakit. Sesudah pertemuan, Abdul Kharis Almasyhari, Ketua Komisi I dari Fraksi PKS, mengatakan bahwa kedatangan mereka lantaran RSPAD Gatot Soebroto adalah "mitra" Komisi I. “Kalau kepala rumah sakitnya dijatuhi sanksi seperti ini, tentu kami harus memberikan dukungan moral,” kata Kharis. ==========Catatan Kami menambahkan keterangan soal upaya kami mengecek sebuah rumah sakit di Jerman, yang diklaim mengakui dan menerapkan hak paten "Terawan Theory". Kami juga memberi tambahan pada upaya konfirmasi kami kepada Terawan, yang belum direspons hingga artikel ini dirilis. [Redaksi] - Indepth Reporter Mawa KresnaPenulis Mawa KresnaEditor Fahri Salam kI1yoia.
  • quytnt93mr.pages.dev/216
  • quytnt93mr.pages.dev/282
  • quytnt93mr.pages.dev/167
  • quytnt93mr.pages.dev/265
  • quytnt93mr.pages.dev/353
  • quytnt93mr.pages.dev/253
  • quytnt93mr.pages.dev/309
  • quytnt93mr.pages.dev/203
  • quytnt93mr.pages.dev/216
  • rumah sakit yang bisa dsa